Senin, 30 April 2012

:'(

i've just realized that i had brought him more and more troubles,
:'(
asking him to take me out,
asking him to have satnite again and again,
asking him not to make me jealous all the times,
i kept 'asking' to him,
while in return,
what did i give to him? nothing.
what did i do to make him happy? nothing.
what did i do to make him stronger? nothing.


gosh,
this reality makes me sad,
i couldn't give anything good to him,


i couldn't do anything good to him,


i kept saying 'i love u' to him, but i didn't give him happiness nor peace...


i feel so sorry,
i feel so guilty,


but really,
all i wanna do is to make him happy,
all i wanna see is him smiling n sharing laughter to the world,


let me do my best not to be a burden for him anymore, :'(
i just love him so much,

Selasa, 24 April 2012

only hope

if only happiness ever really exists, being with you is the best happiness for me.
i have finally found a hope in my life, in u...
i know this path will not be so easy,
there might be pain, plain, and rain..
but as long as i know that u still hold my hand,
i will never lose my faith in u,
i will never hold anyone's hand...
i know there will be jealousity, selfishness, anger and even tears...
but as long as i know u share it with me, only with me,
i will never let u down..

because u are my only hope,
                                                                    
                                                                    "Only Hope"
[Written by Switchfoot]

There's a song that's inside of my soul
It's the one that I've tried to write over and over again
I'm awake in the infinite cold
But You sing to me over and over and over again

So I lay my head back down
And I lift my hands
and pray to be only Yours
I pray to be only Yours
I know now you're my only hope

Sing to me the song of the stars
Of Your galaxy dancing and laughing
and laughing again
When it feels like my dreams are so far
Sing to me of the plans that You have for me over again

So I lay my head back down
And I lift my hands and pray
To be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope

I give You my destiny
I'm giving You all of me
I want Your symphony
Singing in all that I am
At the top of my lungs I'm giving it back

So I lay my head back down
And I lift my hands and pray
To be only yours
I pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope


Rabu, 21 Maret 2012

rindu

malam ini saya menjadi pusat perhatian,
saya menangis dan terisak,
di tengah angkutan yang penuh sesak,
saya ingin berhenti,
orang-orang memandang saya penuh tanda tanya,
tapi tangis saya tak juga berhenti,

saya merindukannya,
benar-benar merindukannya,
merindukan cerita-cerita konyol dari bibirnya,
merindukan caranya tertawa,
merindukan caranya memanggil 'sayang'

saya merindukannya,

ya Tuhan, tolong hentikan rindu ini,

Kamis, 15 Maret 2012

saat ini


Salah. Ya. Semuanya mulai berjalan dengan salah. Benar-benar salah. Tapi entah kenapa saya tidak ingin tahu dan hanya ingin menikmati saja. Saya pasti mulai gila. Tapi saya senang dengan kegilaan ini, karena dengan kegilaan ini saya bisa melupakan dengan begitu  mudahnya semua hal terkutuk yang terjadi di hidup saya. Saya tahu pasti ini salah, dan pasti akan segera berakhir. Dan saya juga tahu pasti akhirnya tidak akan indah. Tapi saya sungguh hanya ingin menikmati saja. Menikmati saat ini. Melupakan masa lalu dan berhenti mencemaskan masa depan. Saya benar-benar hanya ingin merasakan ‘saat ini’.
***
Sekali lagi, peran utama dan saya gagal dengan usaha ‘saling mengabaikan’ yang kami sepakati dahulu. ‘Farewell Party’ kami terlalu menarik, terlalu menimbulkan kesan mendalam bagi saya. Saya tidak tahu pasti apakah peran utama juga merasakannya. Tapi kami benar-benar belum bisa berhenti.
Malam itu saya menguatkan diri untuk benar-benar berhenti dengan permainan berbahaya ini. Saya menolak untuk menjawab panggilannya, menolak untuk membalas pesan-pesannya. Saya mengatakan pada diri saya sendiri bahwa saya mampu. Tapi ketika kemudian saya berusaha mengalihkan perhatian saya ke dunia maya, saya mendapat pesan darinya, pesan yang baru saja dikirimkannya sesaat setelah pengabaian bodoh itu. Ia ‘memaksa’ saya untuk ‘mendengarkan’ nya. Ia memaksa saya untuk rapuh lagi dan lemah lagi. Saya benar-benar tidak sanggup untuk mengabaikannya malam itu. I just can’t resist him.
Akhirnya saya putuskan untuk malam itu saja, saya akan berbicara dengannya untuk terakhir kali. Berpisah dengan indah dan menyenangkan, begitu pikir saya. Tapi semuanya mulai keluar jalur ketika dia menganalogikan hubungan kami dengan sesuatu yang buat orang lain tabu. Sesuatu yang tabu bagi mereka, tapi tidak bagi kami. Saya sekali lagi tidak bisa menahannya, dan akhirnya saya juga terbawa alur pembicaraan yang lucu tapi juga cerdas. Saya menikmati analogi yang saling kami lemparkan. Rasanya benar-benar menyenangkan. Menyenangkan karena saya akhirnya juga melihat dia bukan hanya sebagai peran utama yang cerdas seperti biasanya, tapi peran utama yang juga liar. Saya menyukai kecerdasan dan kecepatan berpikirnya, cerdas, tapi juga bisa membuat saya tertawa dan tersenyum. Ya, perpisahan yang awalnya kami mulai dengan kesedihan akhirnya berubah menjadi pesta analogi yang menyenangkan dan manis. Perpisahan yang konyol. Karena dari perpisahan itu, kami justru sebenarnya sedang ‘memulai’ sesuatu yang lain. Yang lebih liar, berbahaya dan membuat adrenalin kami naik. Sesuatu yang benar-benar kami sukai.
***
Besoknya, saya harus bertemu dengan lawan mainnya. Tidak hanya bertemu, menghabiskan waktu bersama tepatnya. Seharian. Menonton film konyol, bercerita hal-hal tidak penting. Skip two classes. Kami tidak punya gairah sama sekali untuk  masuk kuliah. Saya dan dia sama-sama menikmati perasaan kacau dan lelah. Hanya saja dia tidak tahu, bahwa kami sedang memikirkan orang yang sama saat itu.
Lawan main peran utama menunjukkan pesan peran utama yang memintanya untuk kembali bermain di atas panggung. Saya jengah, lelah dan ingin menangis, tapi saya hanya bisa berpura-pura tersenyum gembira di depannya. Saat ia mengatakan bahwa sebenarnya dia ingin kembali, namun dengan sederet persyaratan yang harus dipenuhi peran utama, emosi saya meledak. Ya, saya tidak professional hari itu. entahlah. Rasanya saya hanya ingin marah, mereka berdua dengan ego yang memuakkan terlihat benar-benar menyebalkan di mata saya siang itu.
Akhirnya saya ajak lawan main untuk kembali berpikir logis dan jernih. Hanya topeng, karena sebenarnya saya sedang menjernihkan pikiran saya sendiri saat itu. saya meyakinkannya untuk tidak ragu kembali bermain bersama peran utama di atas panggung. Di saat yang sama, saya sedang meyakinkan diri saya sendiri untuk keluar dari gedung pertunjukkan. Saya meyakinkannya bahwa peran utama benar-benar masih menginginkannya kembali ke atas panggung. Di saat yang sama saya juga meyakinkan diri saya bahwa peran utama tidak benar-benar menginginkan saya di atas panggung.
Akhirnya lawan main memahami ‘ceramah’ saya dan ia telah benar-benar yakin untuk kembali. Di akhir sesi ceramah yang melelahkan itu, ia memeluk saya erat sambil mengucapkan terimakasih. Dan ya,di akhir sesi ceramah yang melelahkan itu, saya memeluk erat hati saya sambil nyaris menangis.
Malamnya saya ingin egois. Saya ingin satu malam saja saya bisa menikmati suara peran utama untuk saya sendiri. Saya ingin dia berbicara hanya untuk saya, mendengarkan suara saya saja. Saya ingin memilikinya untuk terakhir kali. Peran utama mungkin tidak menyadari, tapi saya selalu nyaris menangis setiap saya mendengarnya tertawa. Tawanya benar-benar manis dan menyenangkan. Ya, saya menangis karena saya menyadari bahwa saya benar-benar ingin mendengarkan tawa itu sampai nanti. Sampai akhir. Saya juga menangis karena saya menyadari bahwa saya tidak akan bisa memiliki tawa itu sendiri. Dia akan membagi tawa nya itu bersama lawan main utama di atas panggung. Bersama semua penonton. Penonton yang mendukung kembalinya peran utama dan lawan mainnya. Saya benar-benar nyaris menangis, walaupun saat itu saya sedang ikut tertawa bersama peran utama. Saat itu, saya baru menyadari bahwa saya ternyata telah benar-benar menyukainya, menyayanginya dan mencintainya.
***
Ada hal lain yang kemudian membuat saya lupa akan semuanya. Melupakan tekad saya untuk pergi dari gedung pertunjukkan. Ya, saya dan peran utama kembali terlibat analogi yang bukan ‘analogi’malam itu. Kami mulai menggila dengan analogi yang mulai dibumbui dengan narasi hidup kami masing-masing. Kami sudah benar-benar keluar jalur saat kami memutuskan untuk memindahkan analogi itu ke dunia nyata. Kami tahu persis bahwa kami sudah benar-benar kehilangan akal. Tapi seperti saya yang menolak untuk peduli, peran utama juga memilih untuk tidak peduli pada semuanya. Kami memilih tidak memikirkan lawan main, peran-peran lain, dan juga sutradara. Kami ingin memainkan adegan yang kami ciptakan sendiri. Kami tidak tahu apakah yang kami lakukan sesuai naskah, atau kami memang sudah gila karena memilih ‘naskah’ yang lain. Tapi kami berdua memang cukup bodoh, karena kami berpikir bahwa yang akan kami lakukan memang sudah tertulis di naskah. Kami tidak pernah benar-benar tahu. Kami tidak peduli apakah kami akan dimaki penonton. Kami hanya ingin menikmati ‘saat ini’.
Kesedihan saya tidak hilang karena saya sadari betul, tidak akan ada yang berubah setelah adegan ini. Peran utama tetap peran utama yang akan bermain bersama lawan main yang utama, dan saya tetap peran pengganti yang harus segera pergi.

Selasa, 13 Maret 2012

epilog

penundaan akan hal yang seharusnya saya lakukan dari dulu ternyata membuat semuanya semakin berlarut-larut dan membingungkan. semoga memang ini yang terbaik untuk para peran utama.
para peran pengganti, mari pergi dari gedung pertunjukan. tempat kita di sana, di taman tempat orang orang bermonolog. tertawa dan mencemooh dialog dalam monolog nya. dalam sepi. tapi peran pengganti tidak akan mudah menangis. peran pengganti selalu berlatih untuk tidak menangisi dialog yang bukan jadi miliknya.


namun ada satu penggalan dialog peran utama yang tidak akan saya lupakan dan akan selalu saya jadikan pegangan. dialog yang paling dia sukai : 'kita hanya bisa berharap bahwa semua ini adalah yang terbaik...'
saat ini saya juga ingin meminjam dialog kesukaannya itu, 'saya hanya berharap bahwa semua ini adalah yang terbaik'
 :)

Senin, 12 Maret 2012

ost 1

Aku hanya bisa terdiam
Melihat kau pergi dari sisiku
Dari sampingku
Tinggalkan aku seakan semuanya
Yang pernah terjadi
Tak lagi kau rasa

Masih adakah tentang aku
Di hatimu yang kau rasakan
Coba kau rasakan
Mudahkah bagimu untuk hapuskan
Semua kenangan bersama denganku
Tak pernah sedikit pun
Aku bayangkan betapa hebatnya
Cinta yang kau tanamkan

Hingga waktu beranjak pergi
Kau mampu hancurkan hatiku


Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah
Kuberikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap di sini
Berharap dan berharap lagi



( Ada Yang Hilang - Ipang )

adegan terakhir


Fakta bahwa sang pemeran utama sebenarnya tidak pernah melihat saya sebagai ‘peran utama’ terkadang terasa menyesakkan. Walaupun ia pernah mengatakan bahwa baginya saya juga salah satu ‘peran utama’, namun entah mengapa saya merasa ia hanya sedang membohongi dirinya sendiri. Sayangnya, seperti dia, saya juga memilih untuk membohongi diri saya sendiri. Saya memilih untuk mempercayai itu, memilih melupakan kenyataan bahwa peran pengganti tak akan pernah menjadi peran utama. Tidak akan pernah bisa.

Hari ini, entah mengapa, terasa amat melelahkan. Pemeran utama pagi ini dengan sangat 'terang-terang'an menunjukkan pada saya betapa ia sangat merindukan bermain bersama lawan mainnya yang utama. dia tentu saja tidak mengatakannya secara eksplisit. tapi ia mungkin tidak menyadari, diksi nya, kecepatan ia membalas pesan saya saat saya membicarakan lawan mainnya tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia benar-benar merindukan lawan mainnya itu.
Hal ini membuat saya tertampar dan tersadar bahwa posisi saya sebagai peran pengganti tidak penting lagi. Apa gunanya menemani seseorang yang bahkan merindukan orang lain saat ia sedang berbicara bersamamu?
Hal ini juga yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk 'membantu' nya menemukan kembali lawan mainnya yang 'ngambek' untuk bermain peran bersamanya di atas panggung. ada perih yang menusuk hati saya ketika saya membuat lawan mainnya tersadar bahwa mereka berdua saling melengkapi dan selalu bisa bermain sempurna di atas panggung. ada sakit yang membuat mata saya memanas,berkabut dan siap menumpahkan air mata saat saya melihat bagaimana senangnya peran utama bereaksi saat saya meyakinkannya bahwa sebentar lagi lawan mainnya akan segera kembali ke atas panggung untuknya. ada sedikit kecewa yang dengan nakalnya menyusup ke relung hati saya saat peran utama mengatakan dengan tidak langsung bahwa dia tidak membutuhkan peran pengganti lagi.
sekali lagi, tentu saja dia tidak mengatakan itu dengan kata-kata tak bias. dia tetap mengatakan bahwa saya juga peran utama baginya. bahwa kehadiran peran pengganti seperti saya membuatnya utuh dan sempurna. dia bahkan meminta saya untuk tetap berdiri di atas panggung. tapi adakah lelucon yang lebih lucu daripada melihat seorang peran pengganti yang tetap berdiri dengan bodohnya di atas panggung saat peran utama dan lawan mainnya yang utama sedang 'bercinta' di atas panggung?
tentu saja itu hanya lelucon, yang tidak boleh terjadi.
peran utama selalu utama dan sempurna di mata saya. tapi hari ini saya ingin memakinya. memaki keputusannya dulu saat ia menarik tangan saya dan memaksa saya bangkit dari bangku penonton dan membuat saya mengambil peran pengganti. tapi saya juga memaki keindahannya. memaki kesempurnaan caranya memuji kualitas peran yang menurutnya telah saya mainkan dengan sempurna. memaki rasa cinta saya yang memang seharusnya tidak hadir. ya, ternyata saya tidak memainkan peran saya dengan sempurna. saya tidak profesional. saya bermain dengan perasaan saat saya berperan, hal yang tidak boleh dilakukan oleh peran pengganti.
peran utama memang sempurna, tapi dia lupa bahwa peran pengganti juga masih memiliki hati. hati yang tak saja dibentuk dengan cinta, tapi juga kekecewaan, kesedihan dan kecemburuan.
sebenarnya saya sudah muak dengan keegoisan saya, kebodohan saya, dan juga rasa manja saya yang selalu hadir saat saya bermain peran dengan peran utama. saya ingin kembali seperti dulu. duduk di bangku penonton. menikmati kembali posisi duduk saya. menjadi penonton yang tidak 'menonton'. menjadi penonton yang bahkan tidak peduli bagaimana cerita bergulir di atas panggung. menjadi penonton yang hanya tersenyum saat melihat kedua peran utama saling melemparkan lelucon. menjadi penonton yang diam dan ikut bersedih saat kedua peran utama saling menyalahkan kualitas akting mereka masing-masing di atas panggung.
saya merindukan masa itu.
tapi kali ini saya benar-benar tidak bisa kembali ke masa itu. saya tidak akan pernah bisa lagi menjadi penonton. karena ada jejak tangan peran utama di lengan saya yang selalu memerah dan terasa terbakar setiap kali saya melihat ke atas panggung. saya tidak akan bisa lagi menjadi penonton. pilihan saya hanya keluar dari gedung pertunjukan. karena tidak ada lagi naskah yang bisa saya mainkan di sana. karena tidak ada lagi bangku yang dapat saya duduki di sana.
pilihan saya selanjutnya hanyalah berdiri di taman. memamerkan monolog bodoh tentang kekuatan dan ketabahan. memainkan monolog tentang arti kehidupan yang sebenarnya. ya, monolog.tanpa penonton.  hanya itu yang tepat untuk saya. karena saya memang 'mono', 'satu' dan 'sendiri'. saya tidak akan pernah bisa membaca dan menikmati 'dialog' lagi. karena 'dialog' terindah saya sudah tertinggal di gedung pertunjukan itu. gedung pertunjukan tempat saya dulu bermain peran dengan sempurna bersama peran utama yang juga sempurna.
saya hanya ingin peran utama saya tahu bahwa dalam monolog yang saya baca pun, dialog yang pernah kami mainkan tetap terdengar di relung hati saya. karena itu adalah 'dialog' terindah yang pernah saya perankan.

Sabtu, 10 Maret 2012

prolog

saya mencintainya. tanpa alasan. tanpa tuntutan.
karena saya hanya peran pengganti yang tidak dikenali oleh penonton, bahkan nama saya sekalipun tidak tertera di layar hingga film selesai.
saya mencintainya. dengan melakoni sebuah peran yang ia berikan. tanpa saya tahu mengapa, walaupun menyakitkan, peran itu tetap saya jalankan.
saya mencintainya. dengan kesetiaan. meski tidak dijanjikan dengan harapan.
saya mencintainya. dengan kelelahan yang terkadang tertutup kebahagiaan. 
meskipun semu.
saya tetap mau,
karena bagi saya dia satu,
meski ia tak pernah satu,
dia tetap yang saya mau,
karena ia tidak semu,
ia menyatu,
dalam nafas saya yang memburu,
dalam detak jantung saya yang bertalu,
dalam imajinasi yang lepas dari rasa malu,

saya mencintainya,
meski ia adalah peran utama,
yang memiliki lawan main yang juga utama,

saya mencintainya,
meski saya hanya peran pengganti,
yang boleh berhadapan dengannya,
hanya ketika lawan mainnya tidak mampu melakukan adegan yang berbahaya,
hanya ketika lawan mainnya tidak mampu memuaskan sutradara,

ya, saya hanya peran pengganti,
yang mencintai peran utama dengan sangat keterlaluan,

saya hanya peran pengganti,
yang tahu pasti kapan harus berganti,
yang selalu hanya menanti,

saya hanya peran pengganti,
yang harus diam di balik layar,
saat peran utama bermain bersama lawan main nya yang juga utama,

saya hanya peran pengganti,
yang harus selalu tahu diri,

tapi saya tidak perduli,
karena peran utama pernah mencintai saya,
walaupun hanya saat lawan mainnya tidak ada,
karena peran utama pernah mengajarkan saya,
untuk mencintai bayangannya,

peran utama yang selalu saya cintai,
tanpa alasan yang saya mengerti,

peran utama yang merupakan makna sesungguhnya dari keindahan,
peran utama yang sempurna,
lebih dari sempurna,
karena meskipun manusia biasa, dia tetap peran utama,
bagi saya, peran pengganti