Kamis, 15 Maret 2012

saat ini


Salah. Ya. Semuanya mulai berjalan dengan salah. Benar-benar salah. Tapi entah kenapa saya tidak ingin tahu dan hanya ingin menikmati saja. Saya pasti mulai gila. Tapi saya senang dengan kegilaan ini, karena dengan kegilaan ini saya bisa melupakan dengan begitu  mudahnya semua hal terkutuk yang terjadi di hidup saya. Saya tahu pasti ini salah, dan pasti akan segera berakhir. Dan saya juga tahu pasti akhirnya tidak akan indah. Tapi saya sungguh hanya ingin menikmati saja. Menikmati saat ini. Melupakan masa lalu dan berhenti mencemaskan masa depan. Saya benar-benar hanya ingin merasakan ‘saat ini’.
***
Sekali lagi, peran utama dan saya gagal dengan usaha ‘saling mengabaikan’ yang kami sepakati dahulu. ‘Farewell Party’ kami terlalu menarik, terlalu menimbulkan kesan mendalam bagi saya. Saya tidak tahu pasti apakah peran utama juga merasakannya. Tapi kami benar-benar belum bisa berhenti.
Malam itu saya menguatkan diri untuk benar-benar berhenti dengan permainan berbahaya ini. Saya menolak untuk menjawab panggilannya, menolak untuk membalas pesan-pesannya. Saya mengatakan pada diri saya sendiri bahwa saya mampu. Tapi ketika kemudian saya berusaha mengalihkan perhatian saya ke dunia maya, saya mendapat pesan darinya, pesan yang baru saja dikirimkannya sesaat setelah pengabaian bodoh itu. Ia ‘memaksa’ saya untuk ‘mendengarkan’ nya. Ia memaksa saya untuk rapuh lagi dan lemah lagi. Saya benar-benar tidak sanggup untuk mengabaikannya malam itu. I just can’t resist him.
Akhirnya saya putuskan untuk malam itu saja, saya akan berbicara dengannya untuk terakhir kali. Berpisah dengan indah dan menyenangkan, begitu pikir saya. Tapi semuanya mulai keluar jalur ketika dia menganalogikan hubungan kami dengan sesuatu yang buat orang lain tabu. Sesuatu yang tabu bagi mereka, tapi tidak bagi kami. Saya sekali lagi tidak bisa menahannya, dan akhirnya saya juga terbawa alur pembicaraan yang lucu tapi juga cerdas. Saya menikmati analogi yang saling kami lemparkan. Rasanya benar-benar menyenangkan. Menyenangkan karena saya akhirnya juga melihat dia bukan hanya sebagai peran utama yang cerdas seperti biasanya, tapi peran utama yang juga liar. Saya menyukai kecerdasan dan kecepatan berpikirnya, cerdas, tapi juga bisa membuat saya tertawa dan tersenyum. Ya, perpisahan yang awalnya kami mulai dengan kesedihan akhirnya berubah menjadi pesta analogi yang menyenangkan dan manis. Perpisahan yang konyol. Karena dari perpisahan itu, kami justru sebenarnya sedang ‘memulai’ sesuatu yang lain. Yang lebih liar, berbahaya dan membuat adrenalin kami naik. Sesuatu yang benar-benar kami sukai.
***
Besoknya, saya harus bertemu dengan lawan mainnya. Tidak hanya bertemu, menghabiskan waktu bersama tepatnya. Seharian. Menonton film konyol, bercerita hal-hal tidak penting. Skip two classes. Kami tidak punya gairah sama sekali untuk  masuk kuliah. Saya dan dia sama-sama menikmati perasaan kacau dan lelah. Hanya saja dia tidak tahu, bahwa kami sedang memikirkan orang yang sama saat itu.
Lawan main peran utama menunjukkan pesan peran utama yang memintanya untuk kembali bermain di atas panggung. Saya jengah, lelah dan ingin menangis, tapi saya hanya bisa berpura-pura tersenyum gembira di depannya. Saat ia mengatakan bahwa sebenarnya dia ingin kembali, namun dengan sederet persyaratan yang harus dipenuhi peran utama, emosi saya meledak. Ya, saya tidak professional hari itu. entahlah. Rasanya saya hanya ingin marah, mereka berdua dengan ego yang memuakkan terlihat benar-benar menyebalkan di mata saya siang itu.
Akhirnya saya ajak lawan main untuk kembali berpikir logis dan jernih. Hanya topeng, karena sebenarnya saya sedang menjernihkan pikiran saya sendiri saat itu. saya meyakinkannya untuk tidak ragu kembali bermain bersama peran utama di atas panggung. Di saat yang sama, saya sedang meyakinkan diri saya sendiri untuk keluar dari gedung pertunjukkan. Saya meyakinkannya bahwa peran utama benar-benar masih menginginkannya kembali ke atas panggung. Di saat yang sama saya juga meyakinkan diri saya bahwa peran utama tidak benar-benar menginginkan saya di atas panggung.
Akhirnya lawan main memahami ‘ceramah’ saya dan ia telah benar-benar yakin untuk kembali. Di akhir sesi ceramah yang melelahkan itu, ia memeluk saya erat sambil mengucapkan terimakasih. Dan ya,di akhir sesi ceramah yang melelahkan itu, saya memeluk erat hati saya sambil nyaris menangis.
Malamnya saya ingin egois. Saya ingin satu malam saja saya bisa menikmati suara peran utama untuk saya sendiri. Saya ingin dia berbicara hanya untuk saya, mendengarkan suara saya saja. Saya ingin memilikinya untuk terakhir kali. Peran utama mungkin tidak menyadari, tapi saya selalu nyaris menangis setiap saya mendengarnya tertawa. Tawanya benar-benar manis dan menyenangkan. Ya, saya menangis karena saya menyadari bahwa saya benar-benar ingin mendengarkan tawa itu sampai nanti. Sampai akhir. Saya juga menangis karena saya menyadari bahwa saya tidak akan bisa memiliki tawa itu sendiri. Dia akan membagi tawa nya itu bersama lawan main utama di atas panggung. Bersama semua penonton. Penonton yang mendukung kembalinya peran utama dan lawan mainnya. Saya benar-benar nyaris menangis, walaupun saat itu saya sedang ikut tertawa bersama peran utama. Saat itu, saya baru menyadari bahwa saya ternyata telah benar-benar menyukainya, menyayanginya dan mencintainya.
***
Ada hal lain yang kemudian membuat saya lupa akan semuanya. Melupakan tekad saya untuk pergi dari gedung pertunjukkan. Ya, saya dan peran utama kembali terlibat analogi yang bukan ‘analogi’malam itu. Kami mulai menggila dengan analogi yang mulai dibumbui dengan narasi hidup kami masing-masing. Kami sudah benar-benar keluar jalur saat kami memutuskan untuk memindahkan analogi itu ke dunia nyata. Kami tahu persis bahwa kami sudah benar-benar kehilangan akal. Tapi seperti saya yang menolak untuk peduli, peran utama juga memilih untuk tidak peduli pada semuanya. Kami memilih tidak memikirkan lawan main, peran-peran lain, dan juga sutradara. Kami ingin memainkan adegan yang kami ciptakan sendiri. Kami tidak tahu apakah yang kami lakukan sesuai naskah, atau kami memang sudah gila karena memilih ‘naskah’ yang lain. Tapi kami berdua memang cukup bodoh, karena kami berpikir bahwa yang akan kami lakukan memang sudah tertulis di naskah. Kami tidak pernah benar-benar tahu. Kami tidak peduli apakah kami akan dimaki penonton. Kami hanya ingin menikmati ‘saat ini’.
Kesedihan saya tidak hilang karena saya sadari betul, tidak akan ada yang berubah setelah adegan ini. Peran utama tetap peran utama yang akan bermain bersama lawan main yang utama, dan saya tetap peran pengganti yang harus segera pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar