Salah. Ya. Semuanya mulai berjalan dengan salah. Benar-benar salah.
Tapi entah kenapa saya tidak ingin tahu dan hanya ingin menikmati saja. Saya
pasti mulai gila. Tapi saya senang dengan kegilaan ini, karena dengan kegilaan
ini saya bisa melupakan dengan begitu
mudahnya semua hal terkutuk yang terjadi di hidup saya. Saya tahu pasti
ini salah, dan pasti akan segera berakhir. Dan saya juga tahu pasti akhirnya
tidak akan indah. Tapi saya sungguh hanya ingin menikmati saja. Menikmati saat
ini. Melupakan masa lalu dan berhenti mencemaskan masa depan. Saya benar-benar
hanya ingin merasakan ‘saat ini’.
***
Sekali lagi, peran utama dan saya gagal dengan usaha ‘saling
mengabaikan’ yang kami sepakati dahulu. ‘Farewell Party’ kami terlalu menarik,
terlalu menimbulkan kesan mendalam bagi saya. Saya tidak tahu pasti apakah
peran utama juga merasakannya. Tapi kami benar-benar belum bisa berhenti.
Malam itu saya menguatkan diri untuk benar-benar berhenti dengan
permainan berbahaya ini. Saya menolak untuk menjawab panggilannya, menolak
untuk membalas pesan-pesannya. Saya mengatakan pada diri saya sendiri bahwa
saya mampu. Tapi ketika kemudian saya berusaha mengalihkan perhatian saya ke
dunia maya, saya mendapat pesan darinya, pesan yang baru saja dikirimkannya
sesaat setelah pengabaian bodoh itu. Ia ‘memaksa’ saya untuk ‘mendengarkan’
nya. Ia memaksa saya untuk rapuh lagi dan lemah lagi. Saya benar-benar tidak
sanggup untuk mengabaikannya malam itu. I just can’t resist him.
Akhirnya saya putuskan untuk malam itu saja, saya akan berbicara
dengannya untuk terakhir kali. Berpisah dengan indah dan menyenangkan, begitu
pikir saya. Tapi semuanya mulai keluar jalur ketika dia menganalogikan hubungan
kami dengan sesuatu yang buat orang lain tabu. Sesuatu yang tabu bagi mereka,
tapi tidak bagi kami. Saya sekali lagi tidak bisa menahannya, dan akhirnya saya
juga terbawa alur pembicaraan yang lucu tapi juga cerdas. Saya menikmati
analogi yang saling kami lemparkan. Rasanya benar-benar menyenangkan.
Menyenangkan karena saya akhirnya juga melihat dia bukan hanya sebagai peran
utama yang cerdas seperti biasanya, tapi peran utama yang juga liar. Saya
menyukai kecerdasan dan kecepatan berpikirnya, cerdas, tapi juga bisa membuat
saya tertawa dan tersenyum. Ya, perpisahan yang awalnya kami mulai dengan
kesedihan akhirnya berubah menjadi pesta analogi yang menyenangkan dan manis.
Perpisahan yang konyol. Karena dari perpisahan itu, kami justru sebenarnya
sedang ‘memulai’ sesuatu yang lain. Yang lebih liar, berbahaya dan membuat adrenalin
kami naik. Sesuatu yang benar-benar kami sukai.
***
Besoknya, saya harus bertemu dengan lawan mainnya. Tidak hanya
bertemu, menghabiskan waktu bersama tepatnya. Seharian. Menonton film konyol,
bercerita hal-hal tidak penting. Skip two classes. Kami tidak punya gairah sama
sekali untuk masuk kuliah. Saya dan dia
sama-sama menikmati perasaan kacau dan lelah. Hanya saja dia tidak tahu, bahwa
kami sedang memikirkan orang yang sama saat itu.
Lawan main peran utama menunjukkan pesan peran utama yang memintanya
untuk kembali bermain di atas panggung. Saya jengah, lelah dan ingin menangis,
tapi saya hanya bisa berpura-pura tersenyum gembira di depannya. Saat ia
mengatakan bahwa sebenarnya dia ingin kembali, namun dengan sederet persyaratan
yang harus dipenuhi peran utama, emosi saya meledak. Ya, saya tidak
professional hari itu. entahlah. Rasanya saya hanya ingin marah, mereka berdua
dengan ego yang memuakkan terlihat benar-benar menyebalkan di mata saya siang
itu.
Akhirnya saya ajak lawan main untuk kembali berpikir logis dan jernih.
Hanya topeng, karena sebenarnya saya sedang menjernihkan pikiran saya sendiri
saat itu. saya meyakinkannya untuk tidak ragu kembali bermain bersama peran
utama di atas panggung. Di saat yang sama, saya sedang meyakinkan diri saya
sendiri untuk keluar dari gedung pertunjukkan. Saya meyakinkannya bahwa peran
utama benar-benar masih menginginkannya kembali ke atas panggung. Di saat yang
sama saya juga meyakinkan diri saya bahwa peran utama tidak benar-benar
menginginkan saya di atas panggung.
Akhirnya lawan main memahami ‘ceramah’ saya dan ia telah benar-benar
yakin untuk kembali. Di akhir sesi ceramah yang melelahkan itu, ia memeluk saya
erat sambil mengucapkan terimakasih. Dan ya,di akhir sesi ceramah yang
melelahkan itu, saya memeluk erat hati saya sambil nyaris menangis.
Malamnya saya ingin egois. Saya ingin satu malam saja saya bisa
menikmati suara peran utama untuk saya sendiri. Saya ingin dia berbicara hanya
untuk saya, mendengarkan suara saya saja. Saya ingin memilikinya untuk terakhir
kali. Peran utama mungkin tidak menyadari, tapi saya selalu nyaris menangis
setiap saya mendengarnya tertawa. Tawanya benar-benar manis dan menyenangkan.
Ya, saya menangis karena saya menyadari bahwa saya benar-benar ingin
mendengarkan tawa itu sampai nanti. Sampai akhir. Saya juga menangis karena
saya menyadari bahwa saya tidak akan bisa memiliki tawa itu sendiri. Dia akan
membagi tawa nya itu bersama lawan main utama di atas panggung. Bersama semua
penonton. Penonton yang mendukung kembalinya peran utama dan lawan mainnya.
Saya benar-benar nyaris menangis, walaupun saat itu saya sedang ikut tertawa
bersama peran utama. Saat itu, saya baru menyadari bahwa saya ternyata telah
benar-benar menyukainya, menyayanginya dan mencintainya.
***
Ada hal lain yang kemudian membuat saya lupa akan semuanya. Melupakan
tekad saya untuk pergi dari gedung pertunjukkan. Ya, saya dan peran utama
kembali terlibat analogi yang bukan ‘analogi’malam itu. Kami mulai menggila
dengan analogi yang mulai dibumbui dengan narasi hidup kami masing-masing. Kami
sudah benar-benar keluar jalur saat kami memutuskan untuk memindahkan analogi
itu ke dunia nyata. Kami tahu persis bahwa kami sudah benar-benar kehilangan
akal. Tapi seperti saya yang menolak untuk peduli, peran utama juga memilih
untuk tidak peduli pada semuanya. Kami memilih tidak memikirkan lawan main,
peran-peran lain, dan juga sutradara. Kami ingin memainkan adegan yang kami
ciptakan sendiri. Kami tidak tahu apakah yang kami lakukan sesuai naskah, atau
kami memang sudah gila karena memilih ‘naskah’ yang lain. Tapi kami berdua
memang cukup bodoh, karena kami berpikir bahwa yang akan kami lakukan memang
sudah tertulis di naskah. Kami tidak pernah benar-benar tahu. Kami tidak peduli
apakah kami akan dimaki penonton. Kami hanya ingin menikmati ‘saat ini’.
Kesedihan saya tidak hilang karena saya sadari betul, tidak akan ada
yang berubah setelah adegan ini. Peran utama tetap peran utama yang akan
bermain bersama lawan main yang utama, dan saya tetap peran pengganti yang
harus segera pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar