Fakta bahwa sang pemeran
utama sebenarnya tidak pernah melihat saya sebagai ‘peran utama’ terkadang
terasa menyesakkan. Walaupun ia pernah mengatakan bahwa baginya saya juga salah
satu ‘peran utama’, namun entah mengapa saya merasa ia hanya sedang membohongi
dirinya sendiri. Sayangnya, seperti dia, saya juga memilih untuk membohongi
diri saya sendiri. Saya memilih untuk mempercayai itu, memilih melupakan
kenyataan bahwa peran pengganti tak akan pernah menjadi peran utama. Tidak akan
pernah bisa.
Hari ini, entah mengapa, terasa amat melelahkan. Pemeran utama pagi ini dengan sangat 'terang-terang'an menunjukkan pada saya betapa ia sangat merindukan bermain bersama lawan mainnya yang utama. dia tentu saja tidak mengatakannya secara eksplisit. tapi ia mungkin tidak menyadari, diksi nya, kecepatan ia membalas pesan saya saat saya membicarakan lawan mainnya tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia benar-benar merindukan lawan mainnya itu.
Hal ini membuat saya tertampar dan tersadar bahwa posisi saya sebagai peran pengganti tidak penting lagi. Apa gunanya menemani seseorang yang bahkan merindukan orang lain saat ia sedang berbicara bersamamu?
Hal ini juga yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk 'membantu' nya menemukan kembali lawan mainnya yang 'ngambek' untuk bermain peran bersamanya di atas panggung. ada perih yang menusuk hati saya ketika saya membuat lawan mainnya tersadar bahwa mereka berdua saling melengkapi dan selalu bisa bermain sempurna di atas panggung. ada sakit yang membuat mata saya memanas,berkabut dan siap menumpahkan air mata saat saya melihat bagaimana senangnya peran utama bereaksi saat saya meyakinkannya bahwa sebentar lagi lawan mainnya akan segera kembali ke atas panggung untuknya. ada sedikit kecewa yang dengan nakalnya menyusup ke relung hati saya saat peran utama mengatakan dengan tidak langsung bahwa dia tidak membutuhkan peran pengganti lagi.
sekali lagi, tentu saja dia tidak mengatakan itu dengan kata-kata tak bias. dia tetap mengatakan bahwa saya juga peran utama baginya. bahwa kehadiran peran pengganti seperti saya membuatnya utuh dan sempurna. dia bahkan meminta saya untuk tetap berdiri di atas panggung. tapi adakah lelucon yang lebih lucu daripada melihat seorang peran pengganti yang tetap berdiri dengan bodohnya di atas panggung saat peran utama dan lawan mainnya yang utama sedang 'bercinta' di atas panggung?
tentu saja itu hanya lelucon, yang tidak boleh terjadi.
peran utama selalu utama dan sempurna di mata saya. tapi hari ini saya ingin memakinya. memaki keputusannya dulu saat ia menarik tangan saya dan memaksa saya bangkit dari bangku penonton dan membuat saya mengambil peran pengganti. tapi saya juga memaki keindahannya. memaki kesempurnaan caranya memuji kualitas peran yang menurutnya telah saya mainkan dengan sempurna. memaki rasa cinta saya yang memang seharusnya tidak hadir. ya, ternyata saya tidak memainkan peran saya dengan sempurna. saya tidak profesional. saya bermain dengan perasaan saat saya berperan, hal yang tidak boleh dilakukan oleh peran pengganti.
peran utama memang sempurna, tapi dia lupa bahwa peran pengganti juga masih memiliki hati. hati yang tak saja dibentuk dengan cinta, tapi juga kekecewaan, kesedihan dan kecemburuan.
sebenarnya saya sudah muak dengan keegoisan saya, kebodohan saya, dan juga rasa manja saya yang selalu hadir saat saya bermain peran dengan peran utama. saya ingin kembali seperti dulu. duduk di bangku penonton. menikmati kembali posisi duduk saya. menjadi penonton yang tidak 'menonton'. menjadi penonton yang bahkan tidak peduli bagaimana cerita bergulir di atas panggung. menjadi penonton yang hanya tersenyum saat melihat kedua peran utama saling melemparkan lelucon. menjadi penonton yang diam dan ikut bersedih saat kedua peran utama saling menyalahkan kualitas akting mereka masing-masing di atas panggung.
saya merindukan masa itu.
tapi kali ini saya benar-benar tidak bisa kembali ke masa itu. saya tidak akan pernah bisa lagi menjadi penonton. karena ada jejak tangan peran utama di lengan saya yang selalu memerah dan terasa terbakar setiap kali saya melihat ke atas panggung. saya tidak akan bisa lagi menjadi penonton. pilihan saya hanya keluar dari gedung pertunjukan. karena tidak ada lagi naskah yang bisa saya mainkan di sana. karena tidak ada lagi bangku yang dapat saya duduki di sana.
pilihan saya selanjutnya hanyalah berdiri di taman. memamerkan monolog bodoh tentang kekuatan dan ketabahan. memainkan monolog tentang arti kehidupan yang sebenarnya. ya, monolog.tanpa penonton. hanya itu yang tepat untuk saya. karena saya memang 'mono', 'satu' dan 'sendiri'. saya tidak akan pernah bisa membaca dan menikmati 'dialog' lagi. karena 'dialog' terindah saya sudah tertinggal di gedung pertunjukan itu. gedung pertunjukan tempat saya dulu bermain peran dengan sempurna bersama peran utama yang juga sempurna.
saya hanya ingin peran utama saya tahu bahwa dalam monolog yang saya baca pun, dialog yang pernah kami mainkan tetap terdengar di relung hati saya. karena itu adalah 'dialog' terindah yang pernah saya perankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar