Minggu, 06 Januari 2013

kami yang berevolusi pun berotasi

Sudah nyaris selesai bumi meniti garisnya mengelilingi matahari sejak pertama kali aku memutuskan untuk meniti garisku mengelilingi matahariku,
Tuhan dengan Kesempurnaan-Nya menjanjikan bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini melainkan Ia sendiri.
Aku pun mengerti ketika Tuhan menunjukkan bahwa perjalananku mengelilingi matahariku tak sempurna. Namun satu hal yang aku yakini dan aku ingini keabsahannya, bahwa dengan segala ketaksempurnaan itu, perjalananku bersamanya adalah perjalanan terbaik dan terindah...
Aku bukannya tak membaca bahwa terkadang aku telah terlampau erat memegang tangannya. Tuhan, teoriku tak benar-benar mudah untuk dijalani namun aku sadar betul aku harus memberinya ruang untuknya menjadi seorang anak di keluarganya, seorang sahabat bagi teman-temannya, seorang guru bagi para muridnya dan seorang manusia yang pasti bersalah dan menyalahkan.
Aku mencintainya sungguh. Teramat sangat mencintainya dengan segala keterbatasanku. Aku tak ingin mengubahnya menjadi seseorang yang lain, yang berbeda, yang mungkin tak ia sukai.
Aku ingin kehadiranku berarti bahagia untuknya. Aku ingin saat ia bersamaku, ia melupakan kesedihan dan kelelahannya.
Tuhan, apakah aku terlalu erat menggenggam tangannya? Tuhan, apakah selama ini aku telah lupa bahwa ia yang juga turut berevolusi mengelilingiku pun pada hakikatnya berputar sendiri di tempatnya?
Ya, aku sepertinya terlupa bahwa ia tetap di sana, di tempatnya mengelilingiku. saat ia membelakangiku bukan berarti ia pergi, mungkin ia hanya menyapa dan mengobrol bersama planet dan satelit yang lain, namun tak lama ia pasti akan kembali menatapku. Pasti. Karena ia tak hanya berevolusi, ia pun berotasi...
***
Ara berhenti menulis. Mata coklat nya memandang ke arah langit-langit kamar kost yang telah memudar warnanya. Benar, ia ternyata telah nyaris satu tahun menjalani hari bersama Lintang, kekasih yang amat ia cintai. Hari-hari yang menyenangkan dan mengejutkan. ia sudah mengenal keluarga Lintang, dan begitupun sebaliknya. Mereka berpegangan tangan, saling menatap dan tertawa. Bukan hubungan yang sempurna karena ia pernah menangis karena pria itu dan pria itu pun pernah marah karena Ara. Tapi bukankah pada hakikatnya begitu idealnya sebuah hubungan? membuat kesalahan, marah, menangis, memaafkan, tertawa, tersenyum,bercumbu, membuat kesalahan dan begitu seterusnya.
Ara menghela nafas dan memjamkan mata. berbagai memori berloncatan keluar dari kotak ingatan dan memenuhi kepalanya. gambar-gambar itu muncul bergantian begitu cepat....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar